"Karena hasil surveri dari lembaga survei Setara Institute itu di tahun 2019-2020an konten-konten keagamaan di dunia maya didominasi sekitar 67% yang mana isinya tentang konten-konten keagamaan yang intoleran dan radikal. Sehingga banyak menyasar anak-anak muda terutama generasi milenial maupun generasi Z yang mayoritas menggunakan gadget atau menggunakan fasilitas dunia media sosial," ujar alumni Akpol tahun 1989 ini.
Terkait potensi radikal dan inoleransi di Kota Depok sendiri, mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror Polri ini mengatakan, dalam menjalankan misi untuk merekrut para generasi muda, kelompok radikal ini sering kali memanipulasi, mendistorsi dan mempolitisasi agama.
"Dia menggunakan strategi taqiyah, dimana taqiyah ini berkamuflase untuk bersiasat menyembunyikan jati dirinya dan tamkin Dimana Tamkin ini adalah upaya untuk mempengaruhi atau penguasaan wilayah maupun pengawasan pengaruh di seluruh lini," ujar mantan Kalpolres Jembrana ini dalam acara
bertema "Ekspresi Indonesia Muda" yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Barat itu.
Sementara itu Wakil Walikota Depok Imam Budi Hartanto mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Depok melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) akan terus membuat berbagai kegiatan bagi kaum pemuda agar terhindar dari penyebaran paham intoleran, radikalisme dan terorisme.