Banten Berpotensi Mengalami Krisis Seperti di Cina

Kepala Perwakilan BI Banten Erwin Soeriadimadja

SERANG - Provinsi Banten berpotensi ikut terdampak krisis energi yang terjadi di China dalam beberapa waktu terakhir. Dampak krisis energi China ke Banten bisa terjadi karena banyak memiliki industri pengolahan yang bahan bakunya diimpor dari Negeri Tirai Bambu. Jika dampak krisi energi China benar-benar terjadi, maka akan turut berpengaruh terhadap perekonomian di Banten.

Demikian terungkap dalam kegiatan peluncuran peta jalan dan showcasing elektronifikasi pemerintah daerah se-Provinsi Banten. Acara tersebut digelar oleh Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Banten atau BI Banten secara virtual, Senin 25 Oktober 2021.

Kepala Perwakilan BI Banten Erwin Soeriadimadja mengatakan, secara umum pertumbuhan ekonomi di Banten telah menunjukkan tren positif. Pada triwulan dua 2021, pertumbuhannya cukup tinggi yaitu 8,9 persen.

“Untuk menutup 2021 ini tentu berbagai hal perlu kita waspadai,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kewaspadaan tersebut diantaranya adalah krisis energi yang terjadi di China. Sebab, hal itu berpotensi  mengganggu Banten yang memiliki banyak industri pengolahan yang mengimpor bahan baku dari China.

“Pada gilirannya akan mengganggu impor bahan baku yang dibutuhkan beberapa industri pengolahan,” katanya.

Kewaspadaan itu, kata dia, disebabkan karena saat ini industri pengolahan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten.

“Industri pengolahan yang menjadi backbone (tulang punggung-red) pertumbuhan ekonomi Banten,” ungkapnya.

Hal yang yang turut mesti diperhatikan adalah pajak karbon biaya produksi. Lalu juga kelangkaan kontainer dan relokasi industri. Walau begitu, Erwinn tetap optimistis, pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan III dan IV akan tetap tumbuh.

“Dapat menutup 2021 di kisaran pertumbuhan ekonomi Banten di 4-5 persen," katanya.

"Itu cukup baik yang terus didukung dengan berjalannya lapangan usaha yang memberi kontribusi positif sebagai penggerak ekonomi masyarakat,” tuturnya.

Lebih lanjut dipaparkan Erwin, agar pertumbuhan ekonomi bisa tetap terjaga adalah dengan bagaimana pelaku ekonomi memanfaatkan momentum positif dengan terus melakukan inovasi. Salah satunya dengan digitalisasi.

“Indikator digitalisasi pembayaran yang tumbuh tinggi di tengah pandemi secara nasional transaksi ecommerce diperkirakan tumbuh 48 persen," paparnya.

"Selanjutnya, digital banking (tumbuh) 30,1 persen, transaksi uang elektronik 35 persen,” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan kedua mencapai 7,07 persen. Itu menjadi pertumbuhan tertinggi dalam 16 tahun terakhir. 

“Di Banten pertumbuhan ekonomi dapat mencapai tren positif di kuartal kedua 8,95 persen. Capaian itu adalah hasil kerja sama pemerintah pusat dan daerah serta seluruh lapisan masyarakat,” katanya.

Dalam kerangka transformasi digital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ditetapkan empat sektor prioritas yaitu infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital dan masyarakat digital.

“Pemerintahan digital adalah untuk membangun pemerintahan yang terbuka untuk peningkatan layanan publik,” pungkasnya.

*Red