LenteraNEWS - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kesepahaman bahwa APBN 2023 tetap harus menjadi instrumen yang dapat diandalkan dalam menahan berbagai gejolak yang dihadapi.
Hal ini agar rakyat dapat terlindungi dan momentum pemulihan terus berjalan. Dengan dukungan APBN yang kuat dan efektif, berbagai langkah dan strategi pemerintah selama tahun 2020, 2021 dan 2022 dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Melalui penanganan kesehatan, kebijakan pemberian vaksin dan kebijakan dukungan stimulus sebagai bantalan perekonomian bagi masyarakat terdampak, telah menjadikan Indonesia diakui dunia sebagai negara yang berhasil menangani pandemi Covid-19 secara sangat baik.
"Keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 menjadi faktor penting dalam menjaga momentum pemulihan perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang masih tumbuh kuat pada angka 5,44% pada kuartal-II 2022, dan dengan inflasi yang masih terkendali, jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara lain," ujar Sri dalam rapat paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Dia mengatakan, akselerasi pemulihan ekonomi Indonesia tersebut menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang tingkat perekonomiannya telah kembali ke level pra pandemi sejak tahun 2021.
Bahkan, dia membandingkannya dengan beberapa negara maju dan berkembang seperti Jepang, Italia, Thailand, dan Meksiko, yang sampai dengan semester I tahun 2022 perekonomiannya masih belum kembali ke level pra pandemi. Dengan pemulihan ekonomi yang cepat dan kuat, namun Indonesia tetap mampu menjaga APBN secara hati-hati.
"Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil menjaga defisit APBN-nya relatif rendah dan menurun secara cepat. Akumulasi defisit APBN selama pandemi tahun 2020-2021 hanya 10,7% terhadap PDB. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan berbagai negara lainnya, seperti Amerika Serikat (AS), India, serta Inggris yang memiliki akumulasi defisit melebihi 20% terhadap PDB dalam dua tahun pandemi. Ini artinya, kita, Indonesia, mampu menggunakan APBN secara efektif dan efisien serta hati-hati dan terukur sebagai instrumen kebijakan dalam mengatasi dampak pandemi dan memulihkan ekonomi," jelas Sri.
Namun, belum selesai dengan tantangan pandemi, dunia saat ini dihadapkan dengan munculnya risiko baru yang makin kompleks dan rumit. Ketegangan geopolitik antar negara, telah menimbulkan perang dan disrupsi rantai pasok yang menyebabkan harga-harga komoditas pangan, energi dan pupuk melambung tinggi.
Hal ini mengakibatkan tingkat inflasi yang sangat tinggi di AS, Eropa, dan Inggris, yaitu inflasi terburuk dalam 40 tahun terakhir.
"Guncangan hebat ini mengancam daya beli rakyat dan pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah dengan dukungan DPR segera menetapkan langkah strategis dengan meningkatkan alokasi belanja untuk subsidi dan kompensasi lebih dari tiga kali lipat untuk BBM dan listrik, yaitu sebesar Rp502 triliun. Langkah ini bertujuan untuk meminimalkan shock kenaikan harga secara ekstrim yang mengancam daya beli rakyat dan perekonomian," tambah Sri.
Selain itu, pemerintah juga menambah anggaran perlindungan sosial secara signifikan. Kebijakan ini dilakukan sebagai perwujudan dari peran APBN sebagai instrumen stabilisasi (shock absorber) sehingga dampak kenaikan harga komoditas di tahun 2022 dapat ditekan seminimal mungkin.
Sri menyebutkan, dalam menangani pandemi dan menghadapi berbagai tantangan perekonomian domestik dan global, APBN telah menjalankan fungsinya sebagai fiscal policy tools yang digunakan secara tepat dan hati-hati.
APBN bergerak cepat dalam memberikan respon untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Indonesia tidak hanya mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi selama masa pandemi namun juga mampu menjaga kesehatan dan kesinambungan fiskal sebagai fondasi bagi perekonomian di tahun 2023.
"Keberhasilan ini merupakan suatu hasil kerjasama yang sangat baik antara pemerintah dan DPR RI, Bank Indonesia, dan seluruh pemangku kepentingan. Dengan kerja sama dan bergotong-royong kita mampu secara optimal mengatasi dampak pandemi yang luar biasa bagi jiwa rakyat dan perekonomian Indonesia," pungkas Sri.
(Jhn)