2. Koperasi Desa merah Putih Bisa Untung Rp 1 Miliar
Budi Arie Setiadi menerangkan bahwa setiap koperasi desa merah putih memiliki kemampuan untuk menghasilkan hingga Rp2 miliar setiap tahunnya, yang berarti Rp80 triliun jika dijumlahkan untuk 80 ribu koperasi.
Budi Arie menyatakan bahwa angka tersebut dihasilkan dari pengurangan peran pihak ketiga yang merugikan serta peningkatan efisiensi dalam penyaluran subsidi.
Ia mengungkapkan bahwa data, termasuk dari Kementerian Pertanian, menunjukkan bahwa para “perantara,” peminjam uang, dan tengkulak dapat memperoleh hingga Rp300 triliun dari desa.
Budi Arie menyatakan bahwa salah satu penyebabnya adalah perbedaan harga yang sangat besar antara harga di level petani atau produsen dan harga yang dijual di daerah perkotaan. Misalnya, wortel yang diperoleh seharga Rp500 dari petani dapat dijual dengan harga Rp5.000 di kota.
“Nilai orang tengah ini terlalu besar. Jadi tidak adil buat masyarakat desa, tidak adil juga buat masyarakat kota,” ujar Budi.
Dengan meningkatkan efisiensi distribusi melalui koperasi di desa, Budi Arie mengasumsikan bahwa Rp90 triliun, yang setara dengan sekitar 30% dari total Rp300 triliun, bisa diselamatkan dan disalurkan kembali ke desa. Nilai inilah, menurutnya, menjadi salah satu dasar dalam estimasi potensi keuntungan Rp1 miliar untuk setiap unit koperasi.
3. Efisiensi Penyaluran Subsidi
Selain itu, Budi mengungkapkan perhatian terhadap efektivitas distribusi subsidi. Ia memberi contoh mengenai subsidi pupuk yang mencapai Rp43 triliun. Biaya pupuk dari pabrik berada di kisaran Rp2.300 per kg, dan dengan tambahan biaya pengiriman sebesar Rp300 hingga Rp400, harga akhir menjadi Rp2.600. namun, dipasar, tarif pupuk yang di subsidi dapat meroket hingga Rp4.800 per kg.
“Delta-nya terlalu besar, dan itu sangat merugikan buat masyarakat, rakyat, atau petani yang seharusnya menikmati subsidi,” jelasnya.