Dia menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, yang juga berasal dari keluarga bangsawan. Penyerangan Belanda terhadap rakyat Aceh yang menewaskan suaminya membuat Cut Nyak Dien semakin tak gentar melakukan perlawanan. Beberapa tahun setelah kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien kembali menikah di tahun 1880 dengan Teuku Umar. Cut Nyak Dien, Teuku Umar, dan seluruh pejuang Aceh lainnya saling bahu-membahu melakukan serangan untuk mengusir Belanda dari tanah Aceh.
Tewasnya Teuku Umar di medan perang tidak membuat Cut Nyak Dien patah semangat. Ia tetap melanjutkan perlawanannya terhadap Belanda. Sayang, perjuangannya berakhir saat ia berhasil ditangkap Belanda. Cut Nyak Dien lalu dibuang oleh Belanda ke Sumedang, Jawa Barat hingga meninggal pada 6 November 1908.