Jumlah Nelayan di Indonesia Terus Menurun Akibat Krisis Iklim dan Industri Ekstraktif

Foto : Kapal Nelayan Sandar di Perairan Binuangeun Kab. Lebak (Foto : Ib)

Penurunan jumlah nelayan di Indonesia sangat erat dengan ekspansi industri ekstraktif di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Di wilayah pesisir, nelayan harus berhadapan dengan ekspansi proyek reklamasi dan pertambangan di Indonesia. WALHI mencatat, sebanyak 747.363 keluarga nelayan di Indonesia terdampak oleh proyek reklamasi. Sampai dengan tahun 2040, pemerintah Indonesia merencanakan wilayah reklamasi seluas 2.698.734,04 hektar dari angka 79.348 hektar pada tahun 2020.  

“Selain itu, pemerintah Indonesia juga mendorong ekspansi proyek pertambangan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang menyebabkan lebih dari 35 ribu keluarga nelayan di Indonesia kehilangan ruang hidupnya. Selain itu, sebanyak 6081 desa pesisir kawasan perairannya telah tercemari limbah pertambangan. Sampai dengan tahun 2040, pemerintah telah merancanakan proyek pertambangan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil seluas 12.985.477 hektar.” Jelas Parid.

Penangkapan ikan terukur

Salah satu industri ekstraktif yang kini didorong oleh pemerintah Indonesia adalah kebijakan penangkapan ikan terukur. WALHI mencatat, kebijakan ini merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai Inkonstitusional Bersyarat.