Serang, Lenteranews - Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini memberikan jam tangan mewah Rolex kepada para pemain dan staf pelatih Timnas Indonesia sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan lolos ke babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Namun, hadiah tersebut ternyata bukan hanya sekadar simbol penghargaan karena publik justru menemukan sisi lain yang tak kalah menarik yakni potensi pajak miliaran rupiah.
Diskusi ini ramai dibahas setelah akun X (dahulu Twitter) @txtdaritax mengunggah analisis pajak atas hadiah tersebut. Dalam cuitannya, ia menyebut bahwa total penerima mencapai 36 orang, terdiri dari 23 pemain dan 13 staf pelatih.
"Total pengeluaran = 36 x Rp 391.037.886 = Rp 14,07 miliar," tulis akun tersebut, dikutip Lenteranews, Sabtu (7/6/2025).
Yang jadi sorotan adalah soal kewajiban perpajakan dari hadiah tersebut. Menurut penjelasan akun itu, hadiah berupa jam tangan Rolex tergolong sebagai penghasilan karena memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi penerima, sehingga masuk objek pajak.
Prabowo, dalam posisinya sebagai kepala negara sekaligus pemberi hadiah, secara tidak langsung ikut menyumbang potensi penerimaan negara dari sisi perpajakan. Untuk Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) seperti Egy Maulana Vikri atau Ramadhan Sananta, nilai PPh 21 yang dikenakan atas jam seharga Rp 274 juta bisa mencapai lebih dari Rp 37 juta per orang.
"Total PPh 21 = Rp 37.531.000 per orang," tulis akun itu.
Sementara untuk pemain naturalisasi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) seperti Jay Idzes atau Ragnar Oratmangoen, tarif pajaknya lebih tinggi, yakni 20% atau sekitar Rp 54,8 juta per orang. Nilai itu bisa saja berkurang apabila negara asal pemain memiliki perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Indonesia.
Cuitan itu kemudian diakhiri dengan harapan agar temuan tersebut bisa dimanfaatkan oleh pihak terkait untuk menambah penerimaan negara. Apalagi jumlahnya juga cukup besar jika bisa dimaksimalkan.
"Saya cuma mau bantuin @DitjenPajakRI dan @beacukaiRI ngitungin potensi penerimaan negara. Pajak Kuat, Indonesia Maju," tulisnya,.
Fenomena ini menjadi menarik karena menunjukkan bahwa pemberian hadiah oleh Presiden Prabowo bukan hanya menebar semangat juang, tapi juga bisa menjadi contoh edukasi fiskal. Hadiah mewah tetap tunduk pada aturan perpajakan yang berlaku, sebagaimana bentuk penghasilan lainnya.
Langkah Prabowo ini akhirnya membuka mata publik bahwa bentuk apresiasi pun bisa berdampak pada kesadaran fiskal masyarakat. Di tengah euforia kemenangan, ini menjadi momen edukatif yang menunjukkan bahwa Indonesia tengah menuju sistem pajak yang lebih transparan dan menyeluruh.