Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Emansipasi wanita mulai menggema di Indonesia atas jasa Kartini. Dia menjadi tokoh yang aktif memperjuangkan kesetaraan hak perempuan.
Sebagai perempuan Jawa, dia sangat merasakan ketimpangan sosial antara perempuan dan laki-laki kala itu. Budaya turun-temurun menormalisasi seorang perempuan hanya pasif menjalani alur kehidupan.
Kartini ingin membuktikan bahwa perempuan pun bisa menggantikan peran laki-laki. Dari hal tersebut, Kartini begitu mengidamkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan.