Indonesia Menempati Urutan Ke 7 Pernikahan Anak, Pahami Risikonya

SERANG - Salah satu persoalan yang menyangkut anak-anak di Indonesia adalah masih banyak terjadinya kasus pernikahan anak. Tentu hal ini masih jadi tantangan dan pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia.

Banyak faktor yang menyebabkan masih marak terjadinya pernikahan anak, seperti masalah ekonomi, pendidikan, hingga nilai kepercayaan atau agama yang diyakini.

Menurut Undang-Undang Perkawinan No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, telah mengatur perubahan usia pernikahan untuk pria dan perempuan diizinkan menikah saat sudah menginjak usia 19 tahun.

Indonesia berada diposisi ke-7 di dunia terkait kasus pernikahan anak. Melansir dari UNICEF, selama masa pandemi COVID-19 pernikahan anak justru mengalami peningkatan yang signifikan.

Hal ini juga dibuktikan dari CATAHU 2021 yang dirilis oleh Komnas Perempuan, tercatat kasus pernikahan anak pada tahun 2020 mengalami peningkatan sebanyak 64.211 kasus dari sebelumnya tahun 2019 sebanyak 23.126 kasus pernikahan di masa pandemi COVID-19.

Banyak hal yang harus dipahami dari risiko dan bahaya yang mengintai dari pernikahan anak, salah satunya dari sisi kesehatan. Apa saja bahaya pernikahan anak? Yuk, simak ulasan berikut ini!

Kesehatan Biologis

Dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University Yulina Eva Riany menyebutkan bahwa pernikahan anak akan berisiko pada masalah sistem reproduksi, kehamilan yang bermasalah, sampai kematian ibu dan anak.

Sejalan dengan itu, dilansir Save the Children anak-anak yang melakukan pernikahan dini rentan terkena HIV/AIDS.

Tak hanya itu, dilansir dari Unchained At Last, perempuan di Amerika Serikat yang melakukan pernikahan pada usia 18 tahun bahkan lebih muda berisiko 23 persen mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti jantung, stroke, diabetes, hingga kanker.

Kesehatan Mental

Anak-anak yang menikah usia dini secara tak langsung akan dipaksa menjadi dewasa sebelum waktu yang seharusnya. Dilansir dari Unchained At Last, perempuan yang menikah pada usia anak-anak rentan mengalami masalah gangguan mental dan berisiko tiga kali lebih besar mengalami gangguan kepribadian anti sosial hingga depresi mayor dibandingkan perempuan yang menikah pada usia dewasa.

Yup, hal ini bisa disebabkan karena saat sudah menikah perempuan sering kali dituntut untuk mengerti bagaimana mengurus rumah tangga, mengatur keuangan keluarga, hingga hal-hal sulit lainnya yang baru bisa dipahami saat sudah dewasa. Tentunya hal ini bukan perkara yang mudah untuk dilakukan usia anak-anak atau remaja.

Rentan Menjadi Pelaku dan Korban Kekerasan

Selain memiliki risiko dan bahaya dari masalah kesehatan, anak-anak yang belum dewasa dan sudah menikah juga akan rentan mengalami kekerasan.

Bahkan ia dapat menjadi pelaku atau korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal ini tentu disebabkan oleh faktor psikologis yang belum matang dan sering mengalami stres hingga berujung depresi.

Selain itu suami atau istri yang mengalami pernikahan dini dan telah memiliki anak juga rentan melakukan kejahatan pada anak, seperti penyiksaan hingga pembunuhan anak. Kasus demikian biasanya disebabkan oleh faktor psikis orangtua hingga masalah ekonomi.

(Jhn/Alf)