Serang, Lenteranews - Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI Institute) mengingatkan potensi lonjakan biaya logistik internasional akibat memanasnya konflik geopolitik antara Israel dan Iran.
Ketua ALFI Institute Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, skenario terburuk, seperti pemblokiran Selat Hormuz—jalur penting pengiriman minyak dan gas dari Timur Tengah ke kawasan Asia Pasifik bisa berdampak besar terhadap rantai pasok global.
“Pelaku usaha logistik internasional dan nasional kini tengah menghitung ulang risiko jika harus melewati wilayah perairan di sekitar Selat Hormuz. Apabila risiko meningkat, lalu lintas logistik bisa berkurang dan memicu gangguan pada distribusi global,” ujar Yukki pada Kamis (19/6/2025).
Sebagai informasi, Selat Hormuz merupakan jalur strategis distribusi energi dunia. Berdasarkan data Badan Energi Internasional (IEA), sekitar 20 juta barel minyak mentah melintasi selat ini setiap hari atau setara dengan 30% dari total perdagangan minyak global. Selain itu, sekitar 20% pengiriman gas alam cair (LNG) dunia juga melalui rute tersebut.
Yukki menambahkan, kekhawatiran lainnya adalah kemungkinan konflik meluas ke wilayah Laut Merah, yang akan memperparah situasi rantai pasok dunia. Ia menilai bahwa selain perubahan rute pelayaran, kenaikan harga energi sebagai dampak dari potensi blokade akan turut memicu lonjakan biaya logistik secara keseluruhan.
“Kalau Selat Hormuz sampai diblokir, bukan hanya rute perdagangan yang berubah, tetapi biaya operasi logistik juga akan meningkat karena naiknya harga komoditas energi, khususnya minyak,” jelasnya.
Yukki juga menyoroti bahwa dalam situasi ekonomi global yang sudah melambat akibat perang tarif sepanjang 2025, beban tambahan dari kenaikan ongkos logistik akan semakin menekan pelaku usaha ekspor-impor Indonesia.
Ia mengingatkan bahwa pengalaman saat krisis Laut Merah pada akhir 2023 hingga awal 2024 menunjukkan dampak serius berupa kenaikan biaya angkut dan lamanya waktu pengiriman.
“Para pelaku usaha nasional harus mulai bersiap dan mewaspadai potensi lonjakan biaya logistik, apalagi jika konflik Israel-Iran terus meluas hingga mengganggu jalur-jalur utama perdagangan dunia,” tegas Yukki.
Menurutnya, penyesuaian rute oleh pelaku usaha logistik dapat menghambat pasokan kebutuhan nasional. Oleh karena itu, langkah antisipatif dinilai sangat penting untuk menjaga kelancaran rantai pasok dalam negeri.