Serang, Lenteranews - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang telah tertunda sejak 2012 kembali dibahas dalam event Forum Pemred Talks, “Peran Negara Menjamin Keadilan Ekosistem Media”. Pada pembahasan tersebut Wakil Menteri Komunikasi Digital, Nezar Patria berharap DPR dapat mempercepat undang-undang tersebut.
Tantangan media saat ini terus berkembang dikarenakan adanya digitalisasi membuat sejumlah pertanyaan bagi para pemred kepada pemerintah terkait bagaimana keadilan menjaga ekosistem media di era modern saat ini.
“Revisi Undang-Undang Penyiaran sedang dibahas di DPR, dan kita berharap pembahasannya juga bisa cepat, dan merangkum persoalan-persoalan yang sedang dialami oleh industri media sekarang ini,“ujar Nezar pada acara tersebut di Jakarta Pusat.
Nezar juga mengatakan bahwa revisi terhadap UU Penyiaran menjadi semakin mendesak seiring perkembangan teknologi dan media digital yang pesat.
“Karena melihat disrupsi teknologi terhadap industri media, kita mencoba menjaga ekosistem yang sehat di dalam industri, dan demikian kita mendukung media sustainability-nya juga,” tambahnya.
Sebelumnya, revisi UU Penyiaran dibahas di DPR periode 2019-2024, tetapi mengalami penundaan. Saat itu, usulan pelarangan tayangan ekslusif jurnalisme investigasi dalam draf, menjadi sorotan dan kritikan pelbagai kalangan.
Anggota Komisi I DPR, Nurul Arifin, yang ikut berbicara dalam forum ini, menyoroti perbedaan definisi penyiaran konvensional dan konten digital seperti over-the-top (OTT) services, termasuk Netflix, YouTube, TikTok, dan sebagainya, yang belum sepenuhnya diakomodasi dalam regulasi saat ini.
“Kita ingin ini cepat terealisasi dan undang-undangnya cepat selesai. Masih ada pekerjaan rumah sehingga kami akan sesegera mungkin mengundang platform digital yang besar, seperti Youtube, Netflix, dan TikTok, supaya kita menemukan satu kesepakatan, dan ini bisa dimasukkan juga ke dalam rancangan undang- undang penyiaran,” kata Nurul.