Di Pasang Microchip di Otak, Pria Lumpuh Ini Bisa Kembali Berkomunikasi Lagi

SERANG - Seorang pria lumpuh yang menderita anytrophic lateral sclerosis (ALS) bisa kembali berkomunikasi dengan keluarganya setelah otaknya dipasangi mikrochip. Ia menggunakan kemampuan barunya untuk meminta bir dan kari.

Pasien asal Jerman berusia 36 tahun itu didiagnosa menderita ALS pada tahun 2015. Ketika pasien ALS tidak bisa berbicara lagi, mereka bisa menggunakan alat yang melacak pergerakan mata untuk memilih huruf di layar. Jika kondisinya makin parah, mereka bisa menjawab ya atau tidak dengan pergerakan mata.

Peneliti menanamkan dua susunan elektroda ke otak pasien pada Maret 2019. Hingga saat ini, implan otak tidak pernah diuji coba di pasien dalam kondisi locked-in, dan tidak diketahui apakah orang yang sudah kehilangan kontrol otot masih dapat berkomunikasi.

"Studi ini menjawab pertanyaan lawas tentang apakah orang dengan sindrom locked-in -- yang telah kehilangan semua kontrol otot, termasuk gerakan mata atau mulut -- juga kehilangan kemampuan otak mereka untuk menghasilkan perintah untuk berkomunikasi," kata ahli neurosains dari Wyss Center Dr. Jonas Zimmermann, seperti dikutip dari The Independent, Minggu (27/3/2022).

Pasien ALS tersebut bekerjasama dengan peneliti dari Wyss Center for Bio and Neuroengineering di Jenewa, Swiss. Ia memberikan izin pemasangan implan tersebut pada tahun 2018, saat ia masih mampu berkomunikasi dengan gerakan matanya.

Peneliti membutuhkan waktu tiga bulan sebelum berhasil mencapai konfigurasi yang memungkinkan pasien menggunakan sinyal otak untuk menghasilkan respons biner ke program pengeja untuk menjawab pertanyaan dengan 'ya' atau 'tidak'.

Butuh tiga minggu lagi bagi pasien untuk membentuk kalimat pertamanya. Dan dalam satu tahun kemudian, pasien bisa membentuk belasan kalimat.

Salah satu komunikasi pertama yang pasien lakukan dengan perawatnya adalah meminta meninggikan kepalanya di posisi yang tegak saat ada pengunjung di ruangan.

Ia juga pernah meminta berbagai jenis makanan untuk dimasukkan melalui selangnya, termasuk sup gulai dan sup kacang manis. "Untuk makanan saya ingin kari dengan kentang kemudian bolognese dan sup kentang," tulis salah satu permintaannya.

Pria itu juga bisa berkomunikasi dengan istri dan putranya yang berusia 4 tahun. "Saya mencintai putra saya yang keren," tulis pesan pria itu untuk putranya.

Studi yang diterbitkan di jurnal Nature Communications ini mengatakan sistem komunikasi dengan chip otak (BCI) bisa digunakan di rumah pasien, dengan beberapa sesi bisa dilakukan secara jarak jauh menggunakan laptop pasien.

Peneliti di balik teknologi chip otak ini sekarang sedang mengumpulkan dana agar bisa menyediakan implan serupa untuk pasien ALS lainnya. Biaya penggunaan teknologi ini ditaksir mencapai USD 500.000 untuk penggunaan selama dua tahun.

"Ini merupakan langkah penting bagi orang-orang dengan ALS yang sedang dirawat di luar lingkungan rumah sakit," kata Chief Technology Officer Wyss Center George Kouvas.

"Teknologi ini, menguntungkan pasien dan keluarganya di lingkungan mereka sendiri, merupakan contoh mengagumkan tentang bagaimana kemajuan teknologi di bidang BCI dapat diterjemahkan untuk menciptakan dampak yang langsung dirasakan," pungkasnya.

(Zya/Alf)