CILEGON - Pengamat kebijakan publik dan Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group Agus Pambagio menilai, ASDP Telah gagal dalam melayani arus mudik bagi masyarakat yang hendak melakukan penyebrangan ke pulau Sumatera.
Agus Menilai, Pihak ASDP Selaku penguasa tunggal pelabuhan Kapal Ferry telah gagal mensosialisasikan penerapan tiket online kepada masyarakat.
Berikut 9 Penyebab yang Menjadi Pemicu Antrean di Pelabuhan Merak :
Pertama, PT ASDP sebagai penguasa tunggal terminal Pelabuhan feri Merak sejak awal gagal menyosialisasikan penggunaan kartu Ferizy dengan berbagai persyaratannya yang rumit. Masih banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa untuk menyeberang harus mempunyai kartu Ferizy secara online, tidak bisa lagi go show (langsung datang).
Kedua, PT ASDP patut diduga tidak melakukan sosialisasi secara terus menerus terkait dengan mekanisme atau tata cara menyeberang dari Pelabuhan Merak, khususnya di saat mudik Lebaran. Masyarakat yang datang duluan tidak dapat langsung masuk ke kapal. Masuk ke kapal harus sesuai dengan jam yang tertera di kartu Ferizy, bukan siapa yang datang terlebih dahulu bisa masuk kapal duluan (first come first in/FCFI). Di masa normal, kebijakan ini mungkin bisa digunakan.
Ketiga, kalaupun tidak menerapkan FCFI di Pelabuhan, PT ASDP harus menyediakan parkir pengendapan yang nyaman bagi masyarakat yang datang lebih awal atau belum pada jam menyeberang. Parkir endapan ini harus disediakan oleh PT ASDP dan diatur oleh aparat Kepolisian. Dalam puncak kepadatan mudik, kebijakan FCFI harus diterapkan.
Keempat, PT ASDP belum siap melakukan online system yang terproteksi, sehingga banyak calo berkeliaran di sekitar Pelabuhan yang merugikan penyeberang. Tujuan pengadaan tiket online adalah untuk melindungi konsumen dari calo, bukan sebaliknya. Lalu mesin pembaca barcode Ferizy di pintu masuk sering ngadat. Seharusnya ada karyawan PT ASDP yang siaga di pintu masuk dengan alat pembaca barcode portable guna mencegah antrean semakin panjang. Di sini PT ASDP gagal menerapkan online ticketing system yang baik.
Kelima, eksklusivitas penggunaan dermaga tertentu (VIP) milik PT ASDP hanya untuk kapal-kapal ASDP, tidak kapal milik swasta lainnya, harus dihindari di deregulasi kalau kekacauan ini tidak mau berulang.
Keenam, Kementerian Perhubungan harus sudah menyiapkan pelabuhan cadangan sejak awal, mengingat data dan survei perkiraan jumlah pemudik sudah diperoleh. Kebijakan ini merupakan kesalahan fatal dari regulator karena harusnya sejak awal Kemenhub sudah paham bahwa kemampuan pelabuhan feri milik PT ASDP tidak mencukupi untuk menampung euforia mudik warga Sumatera yang ingin menggunakan jalan tol baru (setelah 2 tahun tidak mudik) karena mahalnya tiket pesawat dan langkanya penerbangan.
Ketujuh, ketidakmampuan dermaga PT ASDP terbukti hanya dapat menampung 60% dari total kapal ro-ro yang tersedia di Pelabuhan Merak sekitar 70-an kapal (data: Gapasdap). Keterlambatan kebijakan Kemenhub untuk penggunaan pelabuhan tambahan di luar milik ASDP, misalnya Pelabuhan yang dikelola PT Pelindo (Pelabuhan Ciwandan dan Pelabuhan Indah Kiat) cukup fatal. Kedua pelabuhan ini baru dilakukan setelah kemacetan mengular hingga Km 96-200 pada 30 April 2022.
Kedelapan, penyebab kemacetan lainnya adalah lambatnya Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VIII Propinsi Banten mengurus Surat Izin Berlayar (SIB). Keterlambatan SIB menyebabkan kapal yang hendak memuat kendaraan dan penumpang mengalami keterlambatan, padahal posisi kapal sudah siap beroperasi. Sebelumnya kewenangan SIB berada pada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di bawah naungan Ditjen Perhubungan Laut.
Kesembilan, dualisme pengelolaan angkutan penyeberangan dan laut membuat regulator kesulitan menangani krisis lebaran kali ini. Kita ketahui bahwa bisnis penyeberangan antara pulau/selat dikendalikan dibawah Ditjen Perhubungan Darat. Namun regulator yang mengatur pelayaran kapal adalah Ditjen Perhubungan Laut.