Serang, Lenteranews - Harga minyak dunia ditutup turun signifikan pada Senin (14/7), seiring pelaku pasar mencermati ancaman sanksi baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia yang berpotensi mengganggu pasokan global, di tengah kekhawatiran berlanjut soal tarif perdagangan.
Minyak Brent merosot 1,63 persen menjadi USD69,21 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat melemah 2,15 persen menjadi USD66,98 per barel.
Trump mengumumkan pengiriman senjata baru ke Ukraina dan mengancam akan menjatuhkan sanksi tambahan kepada negara-negara yang masih membeli ekspor energi dari Rusia, kecuali Moskow bersedia menyepakati perdamaian dalam waktu 50 hari.
Harga minyak sempat menguat di awal sesi karena ekspektasi sanksi AS yang lebih ketat. Namun, harga kemudian terkoreksi setelah pelaku pasar menimbang kemungkinan penerapan tarif tinggi terhadap negara-negara yang tetap berdagang dengan Rusia.
“Pasar menanggapi ini sebagai sinyal negatif karena tampaknya masih ada cukup waktu untuk bernegosiasi,” kata analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn, dikutip Reuters.
“Ketakutan akan sanksi segera terhadap minyak Rusia ternyata tidak secepat yang diperkirakan pasar tadi pagi,” tuturnya.
China dan India merupakan dua tujuan utama ekspor minyak mentah Rusia.
“Peluang AS benar-benar menerapkan tarif 100 persen terhadap China hampir tidak ada. Itu akan memicu lonjakan inflasi yang luar biasa,” ujar Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger.
Pekan lalu, Trump mengatakan akan mengumumkan pernyataan besar terkait Rusia pada Senin. Ia sebelumnya menyampaikan rasa frustrasinya terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin karena lambatnya proses perdamaian di Ukraina.
Ekspor produk minyak Rusia melalui laut tercatat turun 3,4 persen pada Juni dibandingkan Mei, menjadi 8,98 juta ton metrik, menurut data industri dan perhitungan Reuters.
Sementara itu, rancangan undang-undang (RUU) bipartisan di Kongres AS yang berisi sanksi baru terhadap Rusia mulai mendapat dukungan lebih luas. Di Eropa, para diplomat Uni Eropa hampir mencapai kesepakatan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia, termasuk rencana penurunan batas harga minyak Rusia.
Investor juga mencermati negosiasi tarif perdagangan AS dengan sejumlah mitra utama. Uni Eropa dan Korea Selatan pada Senin menyatakan tengah menyusun kesepakatan dagang dengan Washington guna meredam dampak dari potensi tarif baru yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus.
Menteri Luar Negeri Denmark Lars Lokke Rasmussen menyebut ancaman tarif dari Trump sebagai hal yang sama sekali tidak dapat diterima dalam konferensi pers bersama Kepala Perdagangan Uni Eropa Maros Sefcovic di Brussels.
Di sisi lain, data bea cukai menunjukkan impor minyak China pada Juni naik 7,4 persen dibandingkan tahun lalu menjadi 12,14 juta barel per hari, tertinggi sejak Agustus 2023.
“Pasar masih merasakan adanya keketatan pasokan, karena sebagian besar penumpukan stok terjadi di China dan kapal-kapal, bukan di lokasi utama,” kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Badan Energi Internasional (IEA) pekan lalu menyatakan pasar minyak global mungkin lebih ketat dari yang terlihat dalam jangka pendek. Meski demikian, IEA juga menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan tahun ini, sekaligus memangkas estimasi pertumbuhan permintaan, yang mengisyaratkan potensi surplus pasar.