LenteraNEWS - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (KaBAIS) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Ponto menilai anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon salah alamat mengkritik hubungan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang diisukan tak harmonis dengan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Soleman menyebut pernyataan Effendi itu memunculkan riak-riak.
"Kalau yang mau dimarahi itu Pak Dudung, kok yang dimarahi sepertinya kan Panglima yang dimarahi, ya salah alamat saya bilang kalau marahi Panglima. Akibatnya apa nanti, coba lihat itu sekarang kan sudah mulai ada di YouTube itu, yang menuntut supaya Pak Effendi Simbolon meminta maaf karena seakan-akan, yang bawah ini, sekan-akan Panglima ini dipermalukan," kata Soleman dalam diskusi Total Politik di Jalan Wijaya II, Jakarta Selatan, Jumat (9/9/2022).
Soleman menyebut Andika dalam rapat saat itu sejatinya 'sudah panas' mendengar pernyataan Effendi yang disampaikan di momen yang tidak pas. Karena bagaimana pun, kata Soleman, Andika adalah pemegang kekuasaan tertinggi militer yang juga memiliki kedudukan yang sama.
"Kalau saya melihat, kalau saya di saat itu, kalau saya melihat ini sudah belok sedikit itu 'sudah panas' Panglima itu, karena cara penyampaiannya itu tidak pas kalau saya melihat, karena apa pun, Panglima itu pemegang kekuasaan tertinggi militer dan dia diangkat oleh undang-undang, jadi kesamaan di dalam, kita kan diundang kan berdialog, jadi sama lah, ada tata cara bagaimana untuk bertanya, tapi tidak masuk sampai jauh, kalau menurut saya itu sudah kejauhan," ujarnya.
Berkaca dari kejadian itu, Soleman mengusulkan agar tata cara audensi di DPR diatur dengan sebaik mungkin. Jangan sampai, kata Soleman, ada yang merasa lebih tinggi kekuasaannya dibanding pihak yang diundang oleh DPR.
"Jadi memang kalau melihat kemarin, menurut saya ini tata cara di dalam kita beraudiensi ini perlu diatur, jangan sampai ada yang merasa lebih tinggi daripada yang diundang. Ya kalau tanya, tanya yang benar, tanya yang kita orang timur punya tata cara," ungkapnya.
Kabar tak harmonisnya hubungan Jenderal Andika Perkasa dengan Jenderal Dudung Abdurachman mencuat saat rapat di gedung DPR RI. Isu tak harmonisnya Jenderal Andika dan Jenderal Dudung mendapat sorotan tajam oleh Komisi I DPR RI.
Diawali dengan hujan interupsi dari para anggota Komisi I DPR, rapat digelar di ruang Komisi I DPR RI, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9). Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid.
Turut hadir pula KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo dan KSAL Yudo Margono. Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto diwakili oleh M Herindra dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman diwakili oleh Wakasad Letjen Agus Subiyanto.
Prabowo diketahui tengah mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor. Sementara Dudung diketahui melaksanakan kunjungan ke wilayah Kodam II Sriwijaya dalam rangka pemeriksaan kesiapan operasi Satgas Yonif.
Anggota Komisi I DPR RI F-PDIP Effendi Simbolon juga menyoroti kabar hubungan Jenderal Andika dengan Jenderal Dudung yang diisukan kurang harmonis. Effendi menyebut ada isu anak Dudung gagal mengikuti seleksi Akademi Militer (Akmil).
"Ingin penjelasan dari Jenderal Andika dan penjelasan dari Jenderal Dudung ada apa terjadi disharmoni begini? Ketidakpatuhan, sampai urusan anak KSAD gagal masuk Akmil pun menjadi isu. Emangnya kalau anak KSAD kenapa? Emang harus masuk? Emang kalau anak presiden harus masuk?" kata Effendi.
Effendi menyebut seluruh pihak harus mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk berkaitan dengan seleksi Akmil. "Kita harus tegas Pak. Saya lebih tua dari bapak-bapak semua, saya berhak bicara di sini. Jangan seperti ini kalau ketentuan mengatakan tidak, ya tidak," ujarnya.
Jenderal Andika Perkasa kemudian menjawab isu memiliki hubungan yang tak harmonis dengan Jenderal Dudung Abdurachman. Jenderal Andika juga mengklarifikasi soal anak Dudung gagal masuk Akmil.
Jawaban ini disampaikan Jenderal Andika seusai rapat Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9). Andika menjawab pertanyaan wartawan. Rapat yang sebelumnya terbuka dinyatakan tertutup saat pendalaman.
"Saya hanya menjalankan tugas pokok fungsi saya, dan sesuai peraturan perundangan. Manakala itu diterima berbeda A, B, C, yaitu terserah bagaimana yang menyikapi," kata Andika.
(Alf)