Serang, Lenteranews - Upaya Indonesia menuju transisi energi bersih menghadapi berbagai hambatan krusial, terutama dari sisi investasi, regulasi, dan infrastruktur.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menyampaikan hal itu dalam forum diskusi "Energi Bersih untuk Kedaulatan Energi Nasional" di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Target Investasi Masih Jauh dari Harapan
Pemerintah telah menetapkan target investasi energi bersih sebesar US$ 1,5 miliar pada 2025. Namun, hingga pertengahan tahun ini, realisasi investasi baru mencapai US$ 299 juta.
Menurut Eniya, salah satu penyebab lambatnya aliran investasi adalah persoalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
“Ada keterlambatan investasi karena isu TKDN. Kami sudah keluarkan peraturan menteri untuk relaksasi, tetapi masih banyak proyek belum financial close,” ujar Eniya.
Proyek EBT Masih Tertahan
Salah satu proyek yang masih tertunda dalam transisi energi bersih adalah Hululais. Keterlambatan ini menunjukkan lemahnya sinergi antar-BUMN, terutama dalam menyelesaikan aspek pendanaan dan perizinan.
“Tinggal satu, Hululais, masih terganjal sedikit. Ini jadi tantangan tersendiri,” tambahnya.
Infrastruktur Jadi Kunci di Kawasan Timur
Selain pendanaan, infrastruktur energi juga menjadi hambatan besar, terutama di kawasan Indonesia timur yang kaya potensi energi baru terbarukan. Namun, minim jaringan transmisi dan distribusi listrik.
“Kita butuh percepatan smart grid dan transmisi di Indonesia Timur. Kombinasi PLTS dan baterai, wind-hybrid, bahkan PLTS untuk produksi hidrogen harus segera diwujudkan,” kata Eniya.
Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian Energi Mineral Forum 2025, yang mempertemukan pemangku kepentingan lintas sektor, yaitu pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat sipil. Tujuan dari forum tersebut adalah memperkuat kolaborasi menuju kedaulatan energi nasional berbasis energi hijau atau transisi menuju energi bersih.