Kisah Arya Dillah Pangeran Perang yang Jatuhkan Daun Beringin di Hadapan Sultan Maulana Hasanuddin

Foto : Wisata Jiarah Banten Lama

SERANG - Maulana Hasanuddin adalah pendiri Kesultanan Banten yang berkuasa pada 1552-1570 Masehi. Hasanudin adalah putra keempat dari Sunan Gunung Djati. Tapi, Hasanuddin putera pertama dari Permaisuri di Banten.

Dikutip dari The Sultanate of Banten (1990) karya Hasan Muarif Ambary dan Jacques Dumarçay, Maulana Hasanuddin memperoleh gelar Pangeran Sabakingkin atau seda Kinkin. Pemberi gelar itu adalah kakeknya, yaitu Prabu Surosowan, Bupati Banten.

Diceritakan di website Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Maulana Hasanuddin menghadap ayahnya di Cirebon. Ia diberi mandat untuk menyebarkan Islam ke Banten dan sekitarnya.

Maulana Hasanuddin berangkat ke Banten. Namun, misinya untuk menjalankan syiar Islam di Banten mendapatkan tentangan dari pamannya sendiri, yakni Prabu Pucuk Umun.

Setelah melakukan musyawarah, mereka bersepakat untuk tidak berperang secara fisik, namun diganti dengan pertarungan ayam jago.

Maulana Hasanuddin memenangkan perlombaan itu. Prabu Pucuk Umun mengaku kalah dan memberikan ucapan selamat seraya menyerahkan golok serta tombak sebagai tanda kekalahan.

Penyerahan kedua senjata pusaka Banten itu juga sebagai simbol bahwa kekuasaan wilayah Banten yang semula dipegang Prabu Pucuk Umun diserahkan kepada Maulana Hasanuddin.

Prabu Pucuk Umun bersama beberapa pengikutnya kemudian pergi untuk menuju ke Ujung Kulon di Banten Selatan.

Mereka bermukim di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Konon, mereka adalah cikal-bakal orang Kanekes atau orang-orang Suku Baduy.

Sementara para pengikut Prabu Pucuk Umun lainnya yang memilih bertahan di Banten menyatakan masuk Islam di hadapan Maulana Hasanuddin.

Konon, Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Banten mempunyai istri bangsa jin. Dari perkawinannya itu melahirkan seorang putra bernama Pangeran Arya Dillah.

Ceritanya pada suatu hari di istana Surosowan kedatangan seorang pemuda dekil.

Penjaga istana melihat pemuda itu lalu mengusirnya. Tapi pemuda gembel itu melawan, tidak mau pergi. Senapati kerajaan Banten turun tangan untuk meringkus pemuda itu. Dia juga tidak mampu menghadapi pemuda tadi.

Panglima perang itu lapor kepada Sultan Hasanuddin bahwa ada pemuda yang sakti mengamuk di luar. Ia menceritakan pemuda itu hitam jelek dan gondrong, compang-camping.

Setelah pemuda itu masuk, mereka berangkulan dan dijelaskan bahwa pemuda dekil itu adalah putranya bernama Arya Dillah. Punggawa istana terheran-heran.

Arya Dilah diangkat menjadi Pangeran sekaligus menjadi wakil panglima perang.

Terdapat versi lain, Pangeran Arya Dillah memgetahui ia putra seorang raja di Banten. Akan tetapi, ia sendiri tidak tahu siapa ayahnya itu. Ia kemudian bercerita kepada Hasanuddin.

Setelah mendengar penuturan Pangeran Arya Dillah, Hasanudin meminta dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya memang anak seorang raja Banten. Hasanuddin menyuruh Arya Dillah untuk menjatuhkan seluruh daun beringin dari pohonnya tanpa tersisa sehelai pun.

Arya Dillah menyanggupi permintaan Hasanuddin kemudian bertapa di bawah pohon beringin yang akan dirontokkan seluruh daunnya itu. Dalam pertapaannya itu, ia meminta bantuan kepada ibu dan kakeknya agar kesaktiannya bisa merontokkan seluruh daun pohon beringin itu.

Tidak lama kemudian, dengan kesaktian yang dimilikinya, pohon beringin itu ditiup oleh dirinya hingga seluruh daunnya rontok. Tidak ada daun yang rusak atau tertinggal di pohonnya walaupun hanya selembar.

“Setelah berhasil menjawab tantangan Hasanuddin, ia akhirnya diakui sebagai anak raja Banten dan namanya menjadi Pangeran Arya Dillah,” ujar juru kunci makam Arya Dillah di Banten Lama.

Setelah dirinya diakui sebagai anak raja Banten, Pangeran Arya Dillah diberi tugas oleh ayahnya untuk mengusir semua dedemit yang ada di sekitar keraton.

Setelah itu, ia pergi ke perairan Teluk Banten untuk melakukan tugas yang sama sehingga petilasannya sampai sekarang dikenal dengan sebutan Karang Hantu atau Karangantu.

Karangantu ini bersebelahan dengan Selat Sunda, kemudian dibuat menjadi pelabuhan bernama pelabuhan Karangantu. Pada zaman dahulu tempat ini menjadi pusat perdagangan kerajaan Banten.

Pangeran Arya Dillah pun berjasa dalam menaklukkan Prabu Pucuk Umun di Banten Girang dan bersama-sama dengan Maulana Yusuf berhasil menghancurkan pusat kekuasaan Kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran.

Ketika Maulana Muhammad Nasrudin menjadi penguasa Banten, kesaktiannya diperlukan oleh sultan yang berencana hendak menyerang Palembang.

Atas perintah Maulana Muhammad, ia berangkat ke Palembang untuk menaklukkan negeri tersebut. Akan tetapi, di tempat inilah pasukan yang dipimpinnya mengalami kekalahan hingga dirinya gugur.

"Sampai sekarang makamnya dikeramatkan! Tapi saya tidak mendengar keturunan Arya Dilah itu,” ujar H Tubagus Fathul Adzim Chatib, keturunan Sultan Maulana Hasanuddin.