LenteraNEWS - Pagu anggaran sementara Kemenparekraf untuk tahun 2023 telah disetujui oleh DPR RI. Nilainya cukup fantastis, mencapai Rp 3,3 Triliun.
Tak hanya itu, Menparekraf Sandiaga Uno dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI yang digelar di Gedung DPR RI menjelaskan usulan tambahan anggaran Kemenparekraf tahun 2023 sebesar Rp 4,1 Triliun juga sudah disetujui DPR dalam rapat kerja tersebut.
"Tambahan anggaran sudah disetujui oleh 9 fraksi yang hadir, untuk mempercepat pemulihan (sektor parekraf) dan menjaga momentum kebangkitan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja," ujarnya.
Sandiaga Uno mengatakan,usulan penambahan anggaran ini telah disampaikan ke Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas sebanyak dua kali.
"Perlu kami tekankan, bahwa setiap rupiah akan menjadi tanggung jawab Kemenparekraf dan akan kami kelola dan optimalkan penggunaannya untuk memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia. Demi pemulihan, kebangkitan (ekonomi), penciptaan lapangan kerja, dan juga untuk memastikan momentum pemulihan kita mengacu pada pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat," katanya.
Selain itu, Sandiaga Uno juga menjelaskan pihaknya mendapat tugas dari Komisi X DPR RI untuk terus mengidentifikasi berbagai macam hal terkait revisi penyusunan UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
"Kami diminta mengidentifikasi yang harus dimulai tahun 2022 yaitu tentang perubahan yang paling mendasar di sektor pariwisata. Yang berkaitan tentang revolusi 4.0, adanya pandemi, hingga adanya perubahan tren pariwisata terkini," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Abdul Fikri Faqih, pimpinan rapat menyatakan Komisi X DPR RI, meminta Kementerian yang dipimpin Sandiaga untuk fokus terhadap program dan kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan sektor parekraf melalui stimulus bagi pelaku parekraf.
"Draft rancangan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sedang digodok. DPR memperkirakan pembahasan sampai pengesahan bisa dilakukan tahun 2023. Kemenparekraf harus terus mengidentifikasi hal-hal terkait isu kebutuhan, yang jadi catatan adalah fasilitasi pemerintah tidak maksimal, arahan model pengelolaan yang masih 'manual', dan masih minim sumber daya manusia di industri pariwisata dan lainya," pungkasnya.
(Rhm)