Dengan adanya pembagian zonasi dan kuota, Menteri Trenggono memastikan kebijakan penangkapan akan menguntungkan semua pihak, baik pelaku usaha skala besar, nelayan lokal, hingga pemerintah daerah. Sebab kebijakan ini mengatur pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa melainkan di pelabuhan-pelabuhan yang tidak jauh dari area penangkapan. Dengan demikian, perekonomian di daerah penangkapan dan sekitarnya yang selama ini berjalan lambat, bisa lebih menggeliat. Berdasarkan rencana, kebijakan penangkapan terukur akan diimplementasikan pertama kali di di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718, 717 dan 715.
"Putaran (ekonomi yang dihasilkan) itu sekitar Rp124 trilun per tahun. Kemudian akan ada penambahan tenaga kerja di WPPNRI. Kebutuhan tenaga kerjanya, awak kapalnya bisa lebih dari 200 ribu orang," papar Menteri Trenggono.
Implementasi penangkapan ikan terukur akan disertai dengan pengawasan yang lebih ketat. Selain patroli oleh kapal-kapal dan pesawat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP akan mengandalkan teknologi satelit. Setiap kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPPNRI dan ZEE wilayah Indonesia harus dilengkapi dengan Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).
Kemudian sarana dan prasarana di pelabuhan perikanan juga akan ditingkatkan kualitasnya oleh KKP. Sebab melalui penangkapan ikan terukur ini, Menteri Trenggono ingin pengiriman produk perikanan ke luar negeri tidak lagi harus melalui Jakarta atau kota-kota besar di Jawa dan Bali tapi bisa langsung dari pelabuhan di wilayah Timur Indonesia.