JAKARTA - PT Merial Esa didakwa memberikan suap kepada anggota DPR periode 2014-2019 Fayakhun Andriadi dan lima pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla). Suap sebesar US$ 1.088.480, US$ 88.500, 10.000 euro, dan Rp 64,12 miliar itu diberikan PT Merial Esa terkait pengadaan monitoring satellite dan drone tahun 2016.
“Terdakwa PT Merial Esa bersama-sama dengan Fahmi Darmawansyah, M Adami Okta, Hardy Stefanus, Erwin Sya'af Arief memberi uang secara bertahap sebesar US$ 999.980, US$ 88.500, 10.000 euro dan Rp 64,12 miliar kepada Fayakhun Andriadi, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo, Nofel Hasan dan Tri Nanda Wicaksono,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Mohamad Nur Azis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Duduk di kursi terdakwa mewakili PT Merial Esa adalah Fahmi Darmawansyah selaku Dikretur PT Merial Esa yang juga sudah divonis 2 tahun dan 8 bulan dalam perkara yang sama pada 2017 lalu.
Sementara para pemberi suap lain yaitu Muhammad Adami Okta selaku pegawai operasional PT Meria Esa sejak 2009-sekarang, Hardy Stefanus sebagai pegawai marketing dan operasional PT Merial Esa sejak 2016 dan Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia sejak 2003-sekarang Erwin Sya'af Arief juga sudah menjalani hukuman dalam perkara suap yang sama.
Suap yang diberikan oleh PT Merial Esa dan pihak lain tersebut diperuntukkan untuk anggota Komisi I DPR periode tahun 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi sebesar US$ 911.489.
Kemudian narasumber bidang perencanaan dan anggaran Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp 64 miliar. Selain itu, kepada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Plt Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla tahun anggaran 2016 Eko Susilo Hadi sebesar Sin$ 100.000, US$ 88.500 dan 10 ribu euro.
Suap itu juga diberikan kepada Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut di lingkungan Bakamla Bambang Udoyo sebesar Sin$ 105.000; Kepala Biro Perencanaan dan Organisas Bakamla Nofel Hasan sebesar Sin$ 104.500. Pihak lainnya yang menerima suap PT Merial Esa dan pihak lainnya, yakni Kasubag Tata Usaha Sekretaris Utama Bakamla Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp 120 juta.
Fayakhun, Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo dan Nofel Hasan sudah menjalani hukuman pidana dalam perkara yang sama.
“Pemberian kepada Fayakhun Andriadi dan Ali Fahmi dilakukan karena telah mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Bakamla RI untuk proyek pengadaan monitoring satelitte dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016,” ungkap jaksa.
Sedangkan pemberian kepada Eko Susilo Hadi, Bambang Udoyo, Nofel Hasan dan Tri Nanda Wicaksono karena telah memenangkan perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh PT Merial Esa yaitu PT Melati Technofo Indonesia dalam pengadaan monitoring satellite di Bakamla pada APBNP tahun 2016.
PT Merial Esa adalah pengendali PT Melati Tehnofo Indonesia karena sejak awal yang menginginkan proyek monitoring satellite di Bakamla adalah PT Merial Esa. Namun, lantaran dalam akta pendirian PT Merial Esa tidak menyebutkan spesifikasi pekerjaan/bidang usaha, Fahmi Darmawansyah selaku direktur PT Merial Esa mengakusisi PT Melati Technofo Indonesia.
“Terdakwa PT Merial Esa telah melakukan berbagai kecurangan diantaranya mempengaruhi panitia pengadaan Bakamla dengan cara melakukan penguncian spek, pengaturan harga dan pengaturan perusahaan pendamping yaitu PT Azure Indo Mandiri dan PT Catur Bakti Persada dalam pekerjaan pengadaan 'monitoring satelitte' Bakamla TA 2016 seolah-olah pelelangannya berjalan sesuai prosedur lelang,” tambah jaksa.
Berdasarkan perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK yang tertuang dalam LHA-AF 04/DNA/12/2021, tertanggal 22 Desember 2021 Tentang Laporan Hasil Perhitungan Harta Benda PT Merial Esa yang diperoleh dari pengadaan monitoring satelitte Bakamla tahun Anggaran 2016, PT Merial Esa memperoleh harta benda dari keuntungan proyek tersebut sebesar Rp 133 miliar atau tepatnya Rp 133.104.444.139.
Atas perbuatannya, PT Merial Esa didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pemberian sesuai kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
*Red