Tangerang, Lenteranews - Kasus penguasaan lahan parkir oleh ormas Pemuda Pancasila (PP) di RSUD Tangsel menguak praktik-praktik ilegal yang sudah berlangsung lama. Sejak 2017, ormas ini disebut telah mengelola parkiran tanpa izin resmi dan meraup keuntungan hingga Rp 7 miliar lebih.
Modus ini bukan hanya soal pengambilan lahan, tetapi juga disertai intimidasi dan kekerasan terhadap pihak yang sah secara hukum. Berikut fakta-faktanya!
7 Tahun Mengelola Parkir secara Ilegal
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, mengungkapkan bahwa ormas PP telah menguasai lahan parkir RSUD Tangsel sejak tahun 2017.
Dalam kurun waktu tersebut, mereka memungut biaya parkir sebesar Rp 3.000 untuk motor dan Rp 5.000 untuk mobil. "Di mana di dalam penguasaan lahan parkir tersebut ormas PP mendapatkan keuntungan setiap harinya dengan cara menarik biaya parkir terhadap sepeda motor sebesar Rp 3.000 dan untuk mobil Rp 5.000," jelas Kombes Wira kepada wartawan.
Jika dihitung secara rata-rata, setiap hari ormas ini memungut parkir dari sekitar 600 kendaraan roda dua dan lebih dari 100 kendaraan roda empat. Dengan tarif tersebut, estimasi pemasukan harian mencapai Rp 2,2 juta. Dalam satu tahun, total pendapatan bisa menembus angka Rp 1 miliar.
Total Keuntungan Capai Rp 7 Miliar Lebih
Bila dikalkulasi sejak awal penguasaan hingga Mei 2025, jumlah keuntungan yang diraup ormas PP dari parkir di RSUD Tangsel diperkirakan lebih dari Rp 7 miliar. "Kemudian, berdasarkan hasil pendalaman, kalau kita hitung dari 2017 sampai sekarang, mungkin sudah dapat Rp 7 miliar lebih hasil dari mengelola parkir di RSUD Tangsel," lanjut Wira.
Hal ini menjadi sorotan publik karena pengelolaan parkir seharusnya dilakukan secara resmi dan profesional melalui mekanisme tender.
Vendor Resmi Dihalang-halangi
Pada tahun 2022, Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah melakukan tender pengelolaan parkir di RSUD Tangsel. Tender dimenangkan oleh perusahaan swasta, PT BCI.
Sayangnya, upaya PT BCI untuk mengambil alih pengelolaan parkir selalu digagalkan oleh ormas PP. "Namun, perusahaan pemenang tender tidak bisa mengelola parkir di RSUD Tangsel tersebut, karena dihalang-halangi, diintimidasi, bahkan selalu terjadi bentrokan," ujar Kombes Wira.
Vendor tersebut kerap mengalami intimidasi, penganiayaan, hingga aksi kekerasan fisik. Puncaknya terjadi pada 21 Mei 2025, saat petugas hendak memasang sistem gate otomatis dan dihadang oleh anggota ormas. Konflik pun tak terhindarkan.
Polisi Tetapkan Tersangka dari Ormas
Dalam pengembangan kasus ini, polisi menetapkan Ketua MPC PP Tangerang Selatan, Muhammad Reza alias AO, sebagai tersangka utama. Ia diduga menjadi dalang dalam aksi kekerasan dan intimidasi yang terjadi di RSUD Tangsel.
"Kami telah menetapkan Ketua PP Tangsel sebagai tersangka dan kini masih dalam pengejaran," tegas Kombes Wira sembari menunjukkan foto buronan tersebut.
Selain Reza yang kini berstatus buron, sebanyak 30 anggota lain dari ormas tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berasal dari berbagai level kepengurusan, mulai dari komando inti hingga ranting.
Beberapa nama yang disebut antara lain, MS (kabid kaderisasi MPC PP Tangsel), CH (komandan komando inti MPC), SN (wakil komandan Koti), S (ketua PAC Serpong Utara), AY (sekretaris PAC Serpong Utara), AS (ketua ranting Pondok Benda), M (wakil ketua ranting Pondok Benda), dan MG (wakil ketua ranting Benda Baru).
Selain itu, terdapat 22 tersangka lainnya dari kelompok berbeda dalam ormas tersebut, termasuk FF, RA, AIG, ES, dan lainnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, bentrok di RSUD Tangsel diduga terjadi karena sengketa lahan parkir dan dominasi pengelolaan area tersebut.
"Satu kelompok merupakan pengurus ormas resmi, kelompok lainnya lebih ke lapangan. Keduanya bersaing untuk menguasai lahan," jelasnya.
Polda Metro Jaya terus memburu para pelaku yang masih melarikan diri dan memberikan tindakan tegas terhadap praktik ilegal berkedok ormas.
"Ini bagian dari upaya menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta menghapus praktik-praktik premanisme yang meresahkan," tutupnya terkait praktik parkir liar yang dilakukan ormas PP di RSUD Tangsel.
Kasus penguasaan lahan parkir RSUD Tangsel oleh ormas Pemuda Pancasila menunjukkan bagaimana kekuasaan bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Sudah saatnya praktik semacam ini dihentikan melalui penegakan hukum yang tegas.