Serang, Lenteranews - Pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi momok yang menakutkan bagi banyak pekerja di Indonesia. Selain kehilangan penghasilan, para korban PHK sering kali menghadapi kesulitan tambahan, terutama ketika mereka tidak menerima hak-hak normatif seperti pesangon.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, pesangon merupakan hak yang wajib diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja yang terkena PHK. Lantas, apa yang bisa dilakukan pekerja jika mengalami PHK tanpa mendapatkan pesangon?
Hak Pekerja Menurut Undang-Undang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang kemudian direvisi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya, setiap pekerja yang di-PHK berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan:
"Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima".
Besaran uang pesangon diatur berdasarkan masa kerja sebagai berikut:
- Masa kerja kurang dari satu tahun: Satu bulan upah.
- Masa kerja satu sampai dua tahun: Dua bulan upah.
- Masa kerja dua sampai tiga tahun: Tiga bulan upah.
- Masa kerja lebih dari tiga tahun hingga kurang dari delapan tahun: Sembilan bulan upah.
Namun dalam praktiknya, tidak sedikit perusahaan yang mengabaikan ketentuan tersebut dengan alasan keuangan, kebangkrutan, atau bahkan tanpa alasan yang jelas.
Apa yang Perlu Dilakukan Jika Tak Menerima Pesangon?
Jika Anda menjadi korban PHK dan tidak menerima pesangon, berikut adalah langkah-langkah hukum yang bisa ditempuh:
1. Ajukan permintaan klarifikasi secara tertulis
Langkah pertama adalah mengirim surat klarifikasi atau permintaan penjelasan resmi kepada perusahaan. Surat ini berfungsi sebagai bukti bahwa Anda telah berusaha menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Simpan bukti pengiriman dan balasan surat tersebut.
2. Lapor ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker)
Jika klarifikasi tidak membuahkan hasil, Anda bisa melaporkan kasus tersebut ke Disnaker setempat. Laporan harus mencantumkan identitas pekerja, nama perusahaan, kronologi PHK, serta bukti-bukti pendukung seperti surat PHK dan kontrak kerja.
Disnaker akan memfasilitasi mediasi antara pekerja dan pengusaha dengan tujuan mencari solusi damai dan mengingatkan perusahaan akan kewajibannya.
3. Penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi
Jika laporan diterima, Disnaker akan mengundang kedua pihak untuk melakukan mediasi atau konsiliasi. Jika tidak tercapai kesepakatan, Disnaker akan mengeluarkan anjuran tertulis.
Apabila perusahaan tidak mematuhi anjuran tersebut, pekerja dapat melanjutkan proses ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
4. Menggugat ke PHI
PHI adalah lembaga resmi yang menangani sengketa hubungan kerja. Gugatan dapat diajukan langsung oleh pekerja atau melalui bantuan serikat pekerja maupun kuasa hukum. Jika pengadilan memenangkan gugatan pekerja, maka perusahaan diwajibkan membayar pesangon sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Bagi pekerja yang menghadapi keterbatasan finansial atau kesulitan akses hukum, lembaga seperti LBH Jakarta atau organisasi pekerja seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dapat memberikan bantuan hukum gratis.
6. Dokumentasikan semua bukti
Sepanjang proses berjalan, sangat penting untuk menyimpan semua dokumen dan bukti, antara lain:
- Surat kontrak kerja.
- Slip gaji.
- Surat PHK.
- Surat-menyurat dengan perusahaan.
- Bukti laporan ke Disnaker.
Dokumen-dokumen tersebut sangat berguna untuk memperkuat posisi pekerja saat melapor atau mengajukan gugatan.
Dengan mengetahui dan menempuh langkah-langkah di atas, pekerja yang menjadi korban PHK tanpa pesangon diharapkan dapat memperjuangkan haknya secara legal dan adil.