Pandeglang, Lenteranews - Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supriadi, menegaskan bahwa proses penyingkiran bangkai tongkang Kapal TB Titan 27/BG Titan 14 yang mengangkut batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Banten 2 Labuan, yang terdampar di perairan perairan Selat Sunda pada Desember 2024 lalu, harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak mencemari lingkungan sekitar.
Untuk memastikan tidak terjadinya pencemaran lingkungan Jilid II dalam proses penyingkiran bangkai tongkang Kapal TB Titan 27/BG Titan 14 dari wilayah jantung wisata pulau popole, pihaknya akan memberikan perintah khusus kepada Dinas Lingkungan Hidup untuk mengawasi selama kegiatan itu berlangsung serta melaporkan hasil pengawasannya kepada Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang.
"Saya akan perintahkan ke Dinas Lingkungan Hidup untuk meninjau kelapangan, yang jelas keasrian lingkungan termasuk kelestarian pantai dan laut harus kita jaga," katanya saat dikonfirmasi, Kamis (15/05/2025).
Tongkang yang telah terdampar sejak Desember 2024 lalu itu dinyatakan tak lagi bisa ditarik atau diperbaiki. Kondisinya yang mulai rapuh memicu kekhawatiran akan kebocoran oli atau limbah lainnya ke laut.
Menurut informasi, Tongkang tersebut telah berhasil dijual kepada pihak lain yang selanjutnya besi tongkang Bg Titan 14 tersebut akan dijadikan scrap.
Wakil Bupati Pandeglang meminta agar perusahaan pemilik tongkang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan penyingkiran tongkang tersebut, termasuk penyediaan alat berat dan tenaga ahli yang berkompeten.
"Karena disitu ada sumber-sumber kehidupan buat para nelayan yang ada disekitaran pantai kabupaten pandeglang, termasuk daerah wisatanya,” tambahnya.
Pemerintah daerah juga membuka ruang bagi masyarakat dan nelayan untuk turut mengawasi proses tersebut agar berjalan transparan dan akuntabel. "Jangan sampai ada pencemaran baik itu dari batu bara dan lain sebagainya," Tandasnya.
Sementara itu, Manajer Kampanye Polusi dan Urban WALHI, Abdul Ghofar menjelaskan, peristiwa tumpahan batubara di perairan laut yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem laut, mencerminkan penerapan dua asas hukum yang penting.
"Pertama, polluters pay principle yang mengharuskan pihak yang menyebabkan pencemaran untuk menanggung biaya pemulihan dan rehabilitasi ekosistem yang rusak. Kedua strict liability yang menetapkan bahwa pihak yang terlibat dalam kegiatan berbahaya seperti pengangkutan batubara bertanggung jawab penuh atas kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan," imbuhnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak perusahaan yang terlibat beserta pemerintah harus segera melakukan investigasi dan mengambil langkah hukum yang sesuai untuk memastikan pelaku bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan.
"Seluruh pihak terkait agar melaksanakan pembersihan perairan laut di kecamatan Labuan yang terdampak pencemaran batubara secara komprehensif. Segera angkat batubara yang ada di dalam laut dengan proses yang baik, sehingga tidak semakin merusak biota laut," tukasnya.
"Turunkan tim ahli independen untuk melakukan penelitian, kajian, dan memberikan rekomendasi terkait proses rehabilitasi laut, lingkungan, serta masyarakat yang terdampak," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Sepinya kunjungan ke Pulau Popole diduga kuat akibat dampak pencemaran lingkungan yang terjadi beberapa bulan lalu. Tumpahan batu bara dari sebuah kapal tongkang yang kandas di sekitar perairan pulau menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan pesisir. Air laut yang biasanya jernih berubah keruh, dan hamparan pasir putih kini bercampur sisa-sisa material hitam pekat.
Bahkan di pulau dengan luas sekitar 228 ribu meter persegi itu, kini dipenuhi oleh ribuan karung batu bara. Sedianya batu bara itu akan digunakan untuk bahan pembakaran di PLTU Banten 2 Labuan, yang letaknya berdekatan dengan Pulau Popole.
Rusaknya ekosistem di Pulau Popole ini dikeluhkan oleh seorang wisatawan, Jamiah. Dia mengaku kecewa dan tak menyangka kondisi Pulau Popole berubah drastis dibanding kunjungan sebelumnya. Sisa material batu bara yang masih ada, membuat kondisi ini membuat dirinya tidak nyaman, sehingga wajar apabila tidak ada wisatawan yang datang.
"Saya datang tidak ada pengunjung yang lain. Mungkin karena ada batu bara. Rupanya tidak nyaman kelihatannya juga. Harapannya bisa bagus lagi, bersih, nyaman, biar nanti wisatawan ke sini enak," ujar wisatawan asal Cisata Pandeglang itu.
Hal senada diungkapkan wisatawan lainnya, Dedi. Dia bahkan tidak sempat menginjakkan kaki di Pulau Popole ketika melihat masih banyak sisa material batu bara di bibir pantai. Niat untuk berenang bersama keluarga akhirnya diurungkan, dan dia memilih kembali ke daratan.
"Tadinya niat kami mau berlibur di Popole. Tapi ketika mau bersandar tidak jadi turun, karena kondisinya kotor, banyak tercemar batu bara yang belum dibersihkan," ujar dia.
Pulau Popole selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata bahari andalan di Pandeglang karena keindahan alamnya yang relatif masih alami dan aksesnya yang cukup mudah. Namun pencemaran yang belum tertangani, membuat citra pulau ini menurun di mata wisatawan.
Masyarakat berharap ada penanganan cepat dari pihak berwenang untuk memulihkan kondisi Pulau Popole, agar pariwisata lokal bisa bangkit kembali. Keindahan alam yang pernah menjadi daya tarik utama pulau ini kini terancam hilang jika tidak segera dilakukan langkah-langkah nyata.
Menurut informasi yang berhasil dihimpun, Tongkang BG Titan 14 saat ini sedang dalam proses pengerjaan pengapungan yang dilakukan perusahaan Salvage PT. Teguh Abadisetiakawan. Tongkang tersebut selanjutnya akan dilakukan pemotongan dan limbah besinya akan di bawa ke indsutri peleburan.