SERANG - Nelayan dan warga di kawasan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten terus mengeluhkan proyek reklamasi yang dilakukan PT Gandasari Energi sejak 2020. Pasalnya, pengerjaan proyek di wilayah itu merusak habitat kembang biak karang, rumpon udang, dan ikan.
Sekretaris Jendral Aliansi Teluk Banten Suherman mengatakan, dari sisi hukum kegiatan reklamasi yang terkesan menghancurkan lingkungan itu dilarang. Begitupun dari sisi sosial, di mana wilayah pesisir laut dijadikan tempat mencari nafkah bagi para nelayan pencari ikan.
“Wilayah pesisir itu ruang bersama. Artinya semua masyarakat yang selama ini hidup di kawasan itu, terutama nelayan yang menangkap (ikan), itu tidak boleh haknya direnggut. Karena selama ini mereka menggantungkan kehidupannya di sektor kelautan,” kata Suherman, Kepada LenteraNEWS, Jum’at (8/4/2022).
Berbicara dari sisi hukum, menurut Suherman, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2010, yang secara mandat menegaskan pengelolaan di kawasan pesisir dan pulau kecil harus dialokasikan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Baca : Soal Reklamasi Gandasari, Teluk Banten : Surat KSOP Tumpul
“Dari sisi yang lain, saya ingin sebut begini, misal perusahaan mengklaim telah mendapatkan izin. Diizinkan oleh pemerintah saja menurut saya reklamasi itu suatu bentuk pelanggaran,” tegasnya.
“Lalu di wilayah pesisir itu ada yang dinamakan masyarakat sebagai rights holder, pemegang hak untuk mengakses sumber daya pesisir dan laut, mereka yang harus diutamakan sebenarnya,” sambungnya.
Sementara dari sisi lingkungan, Herman menyebut penggarapan proyek reklamasi akan selalu memiliki dampak merusak lingkungan. Tidak hanya di lokasi proyek yang terjadi pengurugan saja, tapi juga di kawasan pesisir lain yang kekayaan pasirnya dicomot untuk pengerjaan tanah reklamasi.
“Lalu, di wilayah lain terutama di daerah-daerah yang diambil pasirnya itu mengandung kerusakan. Jadi dia merusak dua tempat sekaligus, di lokasi reklamasi dan di tempat pengambilan material pasir,” ungkapnya.
Kemudian dari sisi sosial, nelayan dan masyarakat sekitar pun akan sangat dirugikan karena hak mereka sebagai rights holder wilayah pesisir dirampas. Padahal, mereka secara turun-temurun telah menggantungkan hidupnya di tempat tersebut.
Baca : Warga Pulo Ampel Keluhkan Kondisi Jalan Penuh Debu
Herman lantas menggarisbawahi, proyek reklamasi itu melanggar 4 pola umum. Yakni, menentang ketentuan hukum yang ditetapkan MK melalui Putusan Nomor 3/2010, merampas hak sosial masyarakat sekitar, merusak lingkungan, dan mengabaikan hak partisipatif warga untuk memanfaatkan wilayah.
“Kalau reklamasi di banyak tempat biasanya mendapat penolakan dari masyarakat. Karena itu bukan kebutuhan mereka, hanya untuk kepentingan sepihak,” kata Suherman.
Menurut dia, masyarakat dan pemangku kepentingan berhak mengajukan penegakan hukum atas pengerjaan proyek reklamasi yang terjadi di Serang. Karena dari ketentuan yang sudah diamanatkan, kegiatan reklamasi jelas mengabaikan hak hidup masyarakat luas, utamanya nelayan.
Lihat Video : Ratusan Warga Bojonegara Menggruduk Perusahaan Gandasari Energi, Pintu Masuk di Blokade
“Lalu yang lain yang tak kalah penting, UU 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Itu ada mandat dari UU yang harus dilakukan oleh pemerintah, yaitu mandat perlindungan dan mandat pemberdayaan,” pungkasnya.
Aliansi Teluk Banten juga menyinggung soal lahan milik warga yang menjadi lahan garapan reklamasi yang diduga dilakukan oleh PT.Gandasari Energi yang hingga saat ini masih terus menjadi persoalan yang tidak kunjung usai.
“Malu dong perusahaan (Gandasari) besar tidak taat dengan aturan yang sudah tetapkan oleh Negara. Lahan milik warga sampai saat ini belum diselesaikan. Pengurugan kurang lebih sudah memakan lahan 50 Hektare, apa itu tidak malu, reklamasi dilakukan tanpa ada penyelesaian dengan masyarkat dan tidak mengantongi ijin.” Tutupnya.
Baca : Kabar Nelayan Bojonegara, Problem Pendangkalan Hingga Hilangnya Mata Pencaharian