Pandeglang, Lenteranews - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten memastikan belum menerima permohonan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari pemilik bangkai kapal tongkang BG Titan 14.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Eli Susiyanti mengakui pihaknya belum menerima permohonan rekomendasi pembuatan izin KKPRL. Meskipun, izin tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, namun harus ada rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten.
"Izinnya dari Pemerintah Pusat, tetapi rekomendasi dari kita. Sampai sekarang, kita belum menerima permohonan izin rekomendasi untuk KKPRL. Belum ada datang kepada kita," katanya Kepala Dinas Kelautan an Perikanan Provinsi Banten, Eli Susiyanti, di Kecamatan Cipeucang, Rabu (21/5/2025).
Terkait hal itu, dia meminta kepada pemilik atau pengusaha kapal untuk segera memindahkan kapal tongkang yang ada diperairan Pulau Popole. Lantaran batas waktu untuk kegiatan salvage sudah melebihi batas yang ditentukan.
"Seharusnya hanya boleh 30 hari saja, enggak boleh lebih, harus segera dipindahkan. Nantilah, kita akan cek kelokasi lagi untuk memastikan hal itu. Harusnya sudah enggak ada lagi disana kapalnya, harus pindah," ujarnya.
Diketahui, tumpahan batu bara itu terjadi pada Desember 2024 lalu tepatnya di sekitar perairan Pulau Popole, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. Saat itu, tongkang TB Titan 27/BG Titan 14 yang mengangkut batu bara sebanyak 7.000 metrik ton (MT) kandas di perairan Selat Sunda.
Meski PT Sinar Wijaya Energi (PT SWE) dan PT Trans Logistik Perkasa (PT TLP), selaku pihak yang bertanggung jawab atas kapal, telah bergerak cepat untuk melakukan observasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah, namun dampak pencemaran yang terjadi terus mengundang kekhawatiran warga.
Tumpahan batu bara yang diperkirakan mencapai sekitar 7.000 metrik ton (MT) hingga kini masih menjadi pekerjaan besar untuk dibersihkan. Sejumlah pihak terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Banten, dan Kelompok Warga Peduli Pesisir Pantai (KWP3), telah bergerak bersama untuk menangani pencemaran ini.
Hingga kini, sekitar 646 ton batu bara telah berhasil diangkat dan dikemas dalam karung untuk mengurangi dampak pencemaran. Meskipun begitu, sebagian besar batu bara masih tercecer di laut dan pesisir, memperburuk kondisi lingkungan. Warga pun berharap agar perusahaan yang bertanggung jawab segera mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah ini.
Sementara itu, Petugas Kesyahbandaran Ditjen Hubla Kantor UPP Kelas III Labuan, Kabupaten Pandeglang Novri Antoni mengatakan, meski sudah mengantongi izin evakuasi pengapungan, pihak pemilik tongkang TB Titan 27/BG Titan 14 belum memindahkan bangkai kapal tersebut karena beberapa alasan. Salah satunya karena cuaca buruk, sehingga proses evakuasi pengapungan belum bisa dilakukan.
Meski demikian, pihaknya menyarankan agar proses evakuasi segera dilakukan, karena pemilik kapal hanya memiliki waktu tiga bulan, sesuai dengan rekomendasi izin yang diberikan.
"Waktu itu mau dikerjakan tapi cuaca masih buruk aja dan itu bagian dari kendala juga," katanya.
Novri menerangkan, terkait pemotongan atau pencacahan kapal pihaknya belum bisa memberikan komentar lebih jauh. Termasuk terkait kondisi kapal yang akan dioperasikan kembali atau dijadikan sebagai tumpukan besi rongsok, pihaknya belum memberikan jawaban pasti.
Oleh karena, pemilik kapal baru memiliki satu izin, yaitu evakuasi pengapungan, bukan izin pemotongan dan lainnya. Selain itu, saat ini masih dilakukan pembersihan oleh perusahaan Salvage PT. Mata Bima bersama masyarakat hingga tenggat waktu tiga bulan ke depan.
"Karena dari DLH juga sudah melakukan tinjauan lokasi agar perusahaan membersihkan lokasi yang ada di sekitaran pulau popole itu sampai yang dibawah airnya," ujarnya.
Menurut informasi yang didapatkan, Tongkang Bg Titan 14 Akan dilakukan pemotongan untuk dijadikan limbah di wilayah Caringin Labuan.