TANGERANG - Satgas Pangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap penyalahgunaan pupuk bersubsidi di wilayah distribusi Mauk dan Kronjo, Kabupaten Tanggerang, Banten. Praktek penyalahgunaan itu terungkap dari keluhan para petani yang tidak memperoleh pupuk bersubsidi.
"Secara singkat saya sampaikan bahwa kasus ini dapat diungkap adanya keluhan dari para petani, para petani yang tidak mendapatkan pupuk bersubsidi atau kelangkaan pupuk bersubsidi," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, di Bareskrim Polri Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2022).
"Akibat perbuatannya tersebut negara dirugikan kurang-lebih 30 miliar rupiah," ujarnya.
Baca : Polisi Berhasil Bongkar Penyalahgunaan Pupuk Bersubsidi
Para pelaku menggunakan modus pemalsuan data para penerima pupuk subsidi. "Atas dasar keluhan tersebut diakomodir oleh satgas pangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan di akhir bulan Januari ini telah dilakukan pengungkapan," ucapnya.
"Para pelaku memanfaatkan dengan modus memalsukan data, data-data para penerima-penerima pupuk bersubsidi tersebut. Kemudian, setelah pupuk didapat maka oleh para pelaku dijual kepada yang bukan berhak, dengan harga di atas rata-rata," tuturnya.
Kemudian, Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menetapkan 2 tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah AEF dan MD.
Dua tersangka ini juga diketahui mencantumkan nama petani yang sudah meninggal dunia. Jadi mereka mendapatkan pupuk bersubsidi dan dijual lagi dengan harga tinggi.
"Rentang harganya cukup besar, kalau pupuk bersubsidi harganya 2.800 kalau pupuk tidak bersubsidi harganya 12.000. Nah, ini yang dipermainkan oleh mereka sehingga negara diduga menghadapi kerugian sebesar Rp 30 miliar," ujarnya.
Polisi masih melakukan pengembangan. "Ada tim kami yang bergerak ke daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," ujar Whisnu.
Selain itu, Whisnu menjelaskan pihaknya telah mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya 2 mobil pikap, 6 bendel dokumen e-RDKK tahun 2020 sampai 2022, 1 bendel dokumen rekap penjualan dan fotokopi KTP petani periode tahun anggaran 2020 sampai 2022, 5 buah buku dan kartu tani, 1 buah mesin EDC keluaran Bank BRI, 400 karung pupuk urea bersubsidi dengan berat total 20.000 kg.- (20 ton), 200 karung pupuk Phonska bersubsidi dengan berat total 10.000 kg (10 ton), 30 karung organik bersubsidi berat total 1.500 kg (1,5 ton), dan uang penjualan pupuk bersubsidi Rp 8.000.000.
Whisnu mengatakan kedua pelaku dijerat dengan pasal berlapis. Mereka terancam pidana kurungan penjara di atas 6 tahun.
"Sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat 1 huruf (b) juncto Pasal 1 sub 3 (e) Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan/atau Pasal 21 ayat 1 Jo Pasal 30 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian dan/atau Pasal 12 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021 dan/atau Jo Pasal 4 ayat 1 huruf (a) Jo Pasal 8 ayat 1 Peraturan Perundang-Undangan Nomor 8 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang Dalam Pengawasan dan/atau Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan dan/atau Pasal 263 ayat 1 dan/atau ayat 2 KUHP dan/atau Pasal 2 dan/atau 3 dan/atau 5 ayat 1 dan/atau 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP. Dengan Ancaman hukuman di atas 6 tahun penjara," paparnya.
Kepala satgas pangan (Kasatgas) Bareskrim Polri, Irjen Helmy Santika mengatakan kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi ini merupakan kasus yang pertama kali terjadi.
"Polanya adalah kita akan mencoba melakukan penyelidikan dan penyidikan dari bawah sampai ke atas. Itu berarti ada dari pelaku usaha atau operator, regulator tidak menutup kemungkinan. Jadi kita akan melakukan penyidikan sampai ke atau meliputi aspek regulator, operator, eksekutor semuanya," tuturnya.
Lebih lanjut, dia berharap ketersediaan pupuk bersubsidi di masyarakat bisa tercukupi. "Harapan yang lebih luas adalah para petani mudah mendapatkan pupuk kemudian produksi pertanian pun menjadi baik, yang pada akhirnya berdampak pada harga yang stabil kemudian ketersediaan barangnya ada, jalur distribusi baik, pada akhirnya Indonesia maju bisa diwujudkan," katanya.
(Red)