Terkait Kasus Dugaan Korupsi Impor Baja, Penyidik Kejagung Geledah Kantor Kemeterian Perindustrian

LenteraNEWS - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut dugaan kasus korupsi Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya Tahun 2016-2021. Hari ini, tim penyidik Kejagung menggeledah kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dengan melibatkan Tim Digital Forensik Kejaksaan RI melakukan penggeledahan di 2 lokasi yang terkait dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya Tahun 2016-2021," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (30/3/2022).

Ketut mengatakan penggeledahan ini telah mengantongi izin Surat Penetapan Pengadilan Nomor: 9/Pen.Pid.Sus/TPK/III/2022/PN.JKT.Pst tanggal 29 Maret 2022 dan Surat Penetapan Pengadilan Nomor: 12/Pen.Pid.Sus/TPK/III/2022/PN. JKT.Pst tanggal 29 Maret 2022.

Adapun 2 lokasi yang dilakukan penggeledahan yaitu, pertama kantor Kementerian Perindustrian RI, beralamat di Jalan Gatot Subroto No.Kav No.52-53, RT.1/RW.4, Kuningan Tim., Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12950.

Lokasi kedua, penyidik menggeledah kantor PT Prasasti Metal Utama yang beralamat di Jalan Buni No.3a, RT.9/RW.3, Mangga Besar, Jakarta Barat. Dari penggeledahan tersebut ditemukan 2 barang bukti digital yaitu Satu unit PC I-mac A 1311, dan File Dump server https://intranew.kemenperin.go.id yang disimpan ke flashdisk.

Dalam kasus ini, sebelumnya Kejagung juga telah menggeledah beberapa lokasi, salah satunya Kementerian Perdagangan RI (Kemendag). Dari penggeledahan di kantor Kemendag itu, penyidik menyita beberapa bukti dokumen, laptop, handphone, hingga uang sekitar Rp 63 juta.

Dalam kasus ini, diduga terjadi indikasi penyimpangan penggunaan surat penjelasan terkait pengecualian perizinan importasi besi. Kasus ini melibatkan enam perusahaan importir.

"Telah ditemukan adanya indikasi penyimpangan penggunaan Surat Penjelasan terkait Pengecualian Perizinan Importasi Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya yang dilakukan oleh 6 Importir, yaitu PT Jaya Arya Kemuning; PT Duta Sari Sejahtera; PT Intisumber Bajasakti; PT Prasasti Metal Utama; PT Bangun Era Sejahtera; dan PT Perwira Adhitama yang tidak sesuai peruntukannya," kata Ketut Sumedana.

Sebelumnya, Kejagung meningkatkan status kasus impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya pada 2016-2021 ke tahap penyidikan. Namun belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Kasus itu terjadi sejak 2016 hingga 2021, terdapat 6 perusahaan mengimpor baja paduan menggunakan surat penjelasan/pengecualian perizinan impor (tanpa PI & LS).

Surat penjelasan diterbitkan oleh Direktur Impor/Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI (Dirjen Daglu Kemendag RI) atas dasar permohonan dari importir dengan alasan untuk digunakan dalam rangka pengadaan material konstruksi proyek pembangunan jalan dan jembatan dengan dalih ada perjanjian kerjasama dengan perusahaan BUMN di antaranya PT Waskita Karya, PT. Wijaya Karya, PT Nindya Karya, PT Pertamina Gas (Pertagas).

Ketut mengatakan berdasarkan keterangan dari 4 perusahaan BUMN tersebut, ternyata pihaknya tidak pernah melakukan kerjasama pengadaan material (besi, baja, baja paduan) dengan 6 importir tersebut sebagaimana disebutkan dalam permohonan maupun surat penjelasan yang diterbitkan oleh Dirjen Daglu Kemendag RI.

"Diduga 6 importir tersebut juga melakukan impor baja paduan dengan menggunakan surat penjelasan tanggal 26 Mei 2020 dengan alasan untuk keperluan proyek pembangunan jalan dan jembatan, padahal dalam kenyataannya proyek jalan dan jembatan yang dimaksud sudah selesai dibangun pada tahun 2018," imbuhnya.

Ketut mengatakan 6 perusahaan importir tersebut terindikasi melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 juncto Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(Alf/Nang)